Filsafat Alfarabi
Filsafat Islam
Filsafat
muncul dari sebuah pemikiran dan semua ilmu memiliki filsafat tersendiri dan
pemikiran itu sendiri diragukan oleh sang pemikir jika belum ditemukan
kebenarannya, untuk mengatakan itu benar perlu menuangkan pemikiran sehingga
sang pemikir meyakininya apa yang ia temukan.
Filsafat Islam
menjadi sebuah topik tersendiri yang banyak dibahas oleh para tokoh filosofis,
sehingga mereka berbeda pemahaman dalam mengartiikan Ilmu filsafat atau
filsafat dalam Islam. jika orang ditanya, apa perbedaan Agama dan Filsafat,
maka jawabannya adalah, Filsafat mulai dari keragu-raguan sedangkan Agama mulai
dari keimanan.
Sedangkan
Teologi Islam yang penulis maksudkan disini adalah bahasan ajaran-ajaran dasar
dalam Islam kususnya tentang kajian sejarah dan perkembangan filsafat dalam
teologi Islam. Tidak
semua kegiatan berfikir langsung dapat disebut sebagai filsafat, pemikiran
filsafat memiliki karakteristik tertentu, yaitu: pemikiran filsafat cenderung universal
(sangat umum), pemikiran filsafat tidak terkait dengan obyek-obyek khusus,
akan tetapi dengan konsep yang sifatnya umum dan tingkat keumumannya sangat
tinggi. Selanjutkan dalam berfilsafat diharapkan tidak faktual, yakni
membuat dugaan yang masuk akal mengenai sesuatu dengan tidak berdasarkan pada
pembuktian ilmiah. Kemudian berkaitan dengan nilai, filsafat merupakan
usaha untuk mencari pengetahuan berupa fakta yang disebut penilaian. Sesuatu
yang bernilai sudah pasti penuh dengan arti, agar para filosof dapat mengungkapkan
ide-idenya dengan arti, maka para filosof tersebut haruslah dapat menciptakan
kalimat-kalimat yang logis dan bahasa yang tepat (ilmiah), kesemuanya
itu berguna untuki menghindari adanya kesalahan berfikir. Dan terakhir
pemikiran filsafat yang baik selalu mengandung implikasi (Implikatif),
dan dari implikasi tersebut melahirkan pemikiran baru.
1.
Sejarah dan Riwayat hidup al-Farabi
Abu Nash al-Farabi
lahir pada tahun 258 H/870 M dan meninggal pada tahun 339 H/950 M. sebagai pembangunan agung system
filsafat, ia telah membaktikan diri untuk berfikir dan merenung, menjauhkan
diri dari kegiatan politik, gangguan dan kekisruhan yang terjadi didalam
masyarakat. Pada abad ke-13 H/ke-19 M, telah dilakukan banyak usaha untuk
menulis biografinya, mengumpulkan karya-karya yang belum diterbitkan, dan
menjelaskan hal-hal yang masih samar di dalam karya filsafatnya. Pada tahun
1370 H/1950 M, atau seribu tahun setelah al-Farabi meninggal, muncullah
beberapa sarjana turki yang menemukan sebagian karyanya yang masih berupa
naskah dan memecahkan beberapa kesulitan yang berkaitan dengan pemikirannya.
Berbeda dengan
kelaziman beberapa sarjana muslim lainnya, al-Afarabi tidak menuliskan riwayat
hidupnya, dan tidak pila ada seorangpun diantara para pengikutnya yang merekam
akan kehidupannya, sebagaimana yang dilakukan oleh al-Juzjani untuk gurunya,
ibn Sina. Kehidupan al-farabi dapat di bagi menjadi dua periode, yaitu periode pertama
bermula sejak lahir hingga ia berusia lima puluh tahun, pada periode ini ia
lahir di Wasij, sebuah dusun di dekat Farab, di Transoxiana, pada tahun 258 H/
870 M. telah di yakini bahwa ia lahir sebagai orang turki, ayahnya seorang
jenderal dan ia sendiri bekerja sebagai hakim untuk beberapa lama.
Kemampuan pendidikan
yang dimilikinya pada dasarnya adalah keagamaan dan bahasa, ia mempelajari
fiqh, hadis dan tafsir al-Quran. Selain itu, ia juga mempelajari bahasa Arab,
bahasa Turki dan Parsi. Di samping itu pula, ia juga tidakmengabaikan akan
manfaat yang ia peroleh dari studi-studi rasional yang berlangsung pada masa
hidupnya, seperti matematika dann filsafat.
Ketika ia tertarik akan studi yang rasional tersebut, ia tidak merasa
puas dengan apa yang telah diperolehnya di kota kelahirannya. Terdorong oleh
keinginan intelektualnya itu, maka ia meninggalkan rumahnya dan mengembara
menuntut ilmu pengetahuan Periode kedua kehidupan al-Farabi adalah
periode masa tua dan kematangan penuh.
Baghdad, sebagai pusat belajar yang terkemuka pada abad ke-4 H/ ke-10 M,
merupakan tempat pertama yang ia kunjungi, disana ia berjumpa dengan berbagai
sarjana dari beberapa bidang, di antaranya para filosof dan penerjemah.
Al-Farabi tertarik akan disiplin ilmu logika, dan di antara ahli-ahli logika
yang terkenal di Baghdad adalah Abu Bisyr Matta ibn Yunus.
Al-Farabi berada di Baghdad selama dua puluh
tahun dan kemudian tertarik oleh pusat kebudayaan lain di Aleppo. Di sana
merupakan tempat-tempat orang yang berilian dan para sarjana, istana Saif al-Daulah, berkumpul par penyair, ahli
bahasa, filosof, dan sarjana-sarjana kenamaan lainnya. Di istana tersebut
al-Farabi tinggal dan merupakan orang pertama dan terkemuka sebagai sarjana dan pencari kebenaran.
Walaupun kehidupannya di penuhi akan kegemerlapan serta kemegahan, namun tidaklah
mempengaruhinya. Ia menulis buku-buku dan artikelnya dalam suasana gemercik air
sungai dan dibawah dedaunan pepohonan yang rindang. Kecuali beberapa perjalanan
singkatnya ke luar negeri, al-Farabi mukim di Syria hingga meninggal pada tahun
339 H/950 M. al-Farabi mencapai posisi yang sangat terpuji di istana Saif
al-Daulah, hingga sang Raja bersama pengikut dekatnya mengantarkan jenazahnya
ke pemakamannya sebagai tanda penghormatan atas meninggalnya seorang sarjana
terkemuka.
2.
Karya-Karya dan Filsafatnya
Adapun karya-karya al-Farabi dapat
dibagi atas dua, satu diantaranya mengenai logika dan yang lainnya mengenai
bidang lain. Karyanya mengenai logika menyangkut beberapa bagian-bagian yang
berbeda dari Organon-nya aristoteles, baik yang berbentuk tulisan maupun
ulasan yang panjang. Sedangkan karya-karya kelompok kedua adalah menyangkut
berbagai cabang pengetahuan filsafat, fisika, matematika, metafisika, etika,
dan politik. Al-Farabimenulis semua buku dan artikelnya di Baghdad dan
Damaskus.
Pemikiran al-Farabi yang dikemukakan
bersifat ringkas dan tepat, serta hati-hati dalam memilih kata-kata dan
pernyataan-pernyataannya. Kemudian, metode yang digunakannya pun tidak jauh
dari dengan dasar pemikirannya, yaitu: ia mengumpulkan dan menggeneralisasikan;
ia menyusun dan menyelaraskannya; ia menganalisis dan untuk menulis; ia membagi
agar terpusat dan menggolongkannya. Perhatian utama dalam filsafat al-Farabi
adalah ia menegaskan dasar-dasar teori
dan landasan doktrin, mempercerah kegelapan-kegelapan dan membicarakan
masalah-masalah yang controversial guna memperoleh kesimpulan-kesimpuan yang
benar. Karya-karya al-farabi tersebar luas di Timur pada abad ke-4 dan 5 H/ke-10
dan 11 M, dan mencapai barat ketika sarjan Andalusia menjadi pengikutnya.
Filsafat
al-Farabi memiliki corak yang berbeda, ia mengambil ajaran-ajaran para filosof
terdahulu, membangun kembali ke bentuk yang sesuai dengan lingkup kebudayaan
dan penyusunannya sedemikian sistematis dan selaras. Al-Farabi adalah seorang
yang logis baik dalam pemikiran, pernyataan, argumentasi, diskusi,keterangan
dan penalarannya. Al-Farabi mempunyai peranan penting dan pengaruh yang besar
di dalam pemikiran masa-masa sesudahnya.
a.
Logika
Seni logika pada umumnya memberikan
aturan-aturan yang apabila diikuti dapat memberikan pemikiran yang besar dan
mengarahkan manusia secara langsung
kepada kebenaran dan menjauhkan dari kesalahan-kesalahan. menurutnya
logika mempunyai kedudukan yang mudah untuk di mengerti, sebagaimana hubungan
tata bahasa dengan kata-kata, dan ilmu matra dengan syair. Al-farabi menekankan
praktek dan penggunaan aspek logika dengan menunjukkan bahwa pemahaman dapat
diuji melalui aturan-aturannya, sebagaimana dimensi, volume, dan massa yang
ditentukan oleh ukuran. Dengan adanya logika sangat membantu untuk membedakan
yang benar dan yang salah dan memperoleh jalan yang benar dalam berfikir atau
dalam penunjukkan dari mana kita berfikir dan bagaimana mengarahkan pikirann
itu kepada kesimpulan-kesimpulan akhir.
Walaupun demikian, al-Farabi dalam
filsafatnya selalu membedakan anatara tata bahasa dengan logika; tata bahasa
hanya berkaitam dengan dengan kata-kata, sedangkan logika berkaitan dengan arti
dan kata-kata merupakan penjelmaan dari makna yang sebenarnya. Tata bahasa
selalu berkaitan dengan aturan-aturan bahasa, dan bahasa itu selalu
berbeda-beda, tetapi logika berkaitan dengan pemikiran manusia yang selalu sama
dimana dan kapan pun. Masalah pokok dalam logika adalah topik yang membahas
aturan-aturan pemahaman, yang terdahulu dapat dijadikan sebagai pendahuluan dan
berikutnya merupakan penerapan dan perbandingan yang dimaksudkan untuk
menghindari kesalahan dan kebingungan. Dengan demikian bahwa al-Farabi mengikuti langkah-langkah aristoteles.
Berikut ada beberapa Sumbangan al-Farabi dalam bidang logika , yaitu: bahwa ia telah berhasil
secara tepat dan jelas dalam menerangkan logika Aristoteles kepada bangsa yang
berbahasa arab.
b.
Kesatuan filsafat
Al-Farabi
berpendapat bahwa pada hakikatnya filsafat merupakan satu-kesatuan. Oleh karena
itu, para filosof besar haruslah menyetujui bahwa satu-satunya tujuan adalah
mencari kebenaran. Al-farabi sangat yakin bahwa hanya ada satu aliran filsafat
yaitu aliran kebenaran. Kebenaran agama dan kebenaran filsafat secara nyata
adalah satu, meskipun secara formal berbeda, ajaran tentang hal ini didasarkan
pada dua hal utama; petama, memperbaiki filsafat pengikut Aristoteles dan memnyatukan
dalam bentuk platonic agar bias lebih sesuai dengan ajaran islam; dan kedua,
memberikan penafsiran-penafsiran yang rasional tentang kebenaran agama.
c.
Teori sepuluh kecerdasan
Teori ini
menurut al-Farabi menempati bagian yang penting dalam fiilsafat muslim; ia
menerangkan dua dunia; langit dan bumi; ia menafsirkan gejala gerakan dua
perubahan. Ini merupakan dasar fisika dan astronomi, dimana bidang utama yang
dibahasnya adalah mengenai pemecahan masalah Yang Esa dan yang banyak
dan perbandingan antara yang berubah dan yang tetap.
Al-Farabi berpendapat bahwa Yang Esa yaitu Tuhan, Yang Ada dengan sendiri-Nya;
oleh karena itu ia tidak memerlukan yang lain bagi adaNya atau keperluan-Nya.
Ia mampu mengetahui diriNya sendiri, ia mengerti dan dapat dimengerti, ia
sangat unik karena sifatnya memang
demikian, tidak ada yang sama dengan-Nya dan tidak ada pula memiliki perlawanan
dan persamaan. Al-Farabi melalui ajaran sepuluh intelegensi ini, dapat
memecahkan masalah gerak dan perubahan. dengan ajaran ini pula,
ia mampu memecahkan masal antar Yang Esa dan Yang banyak, dan
memadukan antar teori materi dari Aristoteles dengan ajaran islam tentang
penciptaan.
d.
Teori tentang akal
Al-Farabi
mengelompokkan beberapa macam bentuk akal yaitu: akal praktis, yaitu
yang menyimpulkan apa yang mesti harus di kerjakan. Dan teoritis yaitu
yang membantu menyempurnakan jiwa. Akal teoritis ini di bagi menjadi: fisik (material),
yang terbiasa (habitual), dan yang diperoleh (acquired).
Akal fisik atau di
sebut juga sebagai akal potensial adalah bagian jiwa atau unsur yang mempunyai
kekuatan mengabtrasikan dan menserap esensi dari kemaujudan. sedangkan akal
terbiasa adalah salah satu tingkat dari tingkat pemikiran dalam upaya
mendapatkan sejumlah pemahaman. Tingkat akal yang diperoleh merupakan
suatu tingkat di mana akal manusia
mengabtrasikan bentuk-bentuk yang tidak mempunyai hubungan dengan materi. Dengan
demikian, akal mampu meningkat secara bertahap dari akal yang berbentuk daya ke
akal yang dalam bentuk aksi dan akhirnya ke akal yang diperoleh. Jadi, teori
al-Farabi tentang akal adalah yang paling berarti di antara semua teori yang
dikembangkan oleh pemikir-pemikir muslim, dan telah memberikan pengaruh yang
besar pada filsafat Kristen.
e.
Teori tentang kenabian
Seorang nabi
adalah seorang yang dianugerahi kesempatan untuk dapat langsung berhuhungan
dengan tuhan dan diberi kemampuan untuk menyatakan kehendak-Nya. Islam,
sebagaimana agama-agama lainnya, mempunyai tuhan sebagai penguasannya. Q.S 53:
4-5) sebagai berikut:
÷bÎ) uqèd wÎ) ÖÓórur 4Óyrqã ÇÍÈ ¼çmuH©>tã ßÏx© 3uqà)ø9$# ÇÎÈ
Artinya: Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan
(kepadanya) (4). Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat (5).
Adalah sangat
perlu bagi filosof-filosof muslim memberikan penghormatan kepada nabi,
menunjukkan rasionalitas dengan tradisionalisme, dan mewarnai kehidupan di
bumi ini dengan firman Tuhan. Jadi,
sifat utama seorang nabi ialah memiliki daya imajinasi yang tinggi, yang
melaluinya ia dapat berhubungan langsung dengan intelegensi di waktu tidur atau
jaga, dan dapat mencapai visi dan inspirasi. Sedangkan wahyu hanyalah suatu
pemancaran (emanasi) dari tuhan melalui integensi seseorang. Teori
al-Farabi tentang kenabian mempunyai pengaruh yang jelas, tidak hanya pada
barat atau timur, melainkan juga pada abad pertengahan dan sejarah modern.
3.
Analisis atas teori yang di kemukakan oleh Al-Farabi
Berdasarkan
beberapa teori-teori dari al-Farabi di atas, saya akan mencoba mengomentari
ataupun menganalisi pemikiran yang di berikan oleh al-farabi. Namun sebelum
melangkah jauh dengan apa yang dikemukakan oleh al-Farabi bahwasanya mengkaji
filsafat berarti itu membahas manusia itu sendiri, karena usia filsafat sama
tuanya dengan usia manusia. Manusia merupakan jenis makhluk yang berfilsafat (animal
rationale) sesuai dengan rasio atau
akal yang dimilikinya. Dengan akal itulah, manusia dapat berfikir dan ketika berfikir
itulah proses berfilsafat mulai terjadi.
Berangkat dari
filsafat al-Farabi yang pertama yaitu tentang logika, penulis tertarik
dengan apa yang di berikan oleh al-Farabi akan hal ini, yaitu ketika ia
menyatakan sebagai berikut: Seni logika pada umumnya memberikan
aturan-aturan yang apabila diikuti dapat memberikan pemikiran yang besar dan
mengarahkan manusia secara langsung
kepada kebenaran dan menjauhkan dari kesalahan-kesalahan. Sangat
jelas sekali bahwa dengan adanya teori logika ini dapat menjauhkan diri
dari hal-hal yang membahayakan kita, itu
karena kita mempunyai daya pikir yang tinggi (untuk membedakan antara yang
baik dan yang buruk) sebelum melakukan suatu tindakan. Esensinya berarti
dalam menjalani hidup dan kehidupan ini kita harus lebih berhati-hati. Disini saya
sedikit memberikan contoh yang rasional akan logika hingga terciptanya
disiplin-disiplin ilmu yang bermanfaat, yaitu: di dalam berpidato atau
berdialog, geometri dan ilmu hitung, logika tidak pernah dapat
dikesampingkan. Maka muncullah disiplin
ilmu yang di sebut dengan matematika, atas dasar filsafat logika yang
diberikan oleh al-Farabi.
Kemudian yang
kedua yaitu tentang teori kesatuan filsafat ia menyebutkan, bahwa: pada
hakikatnya filsafat merupakan satu-kesatuan. Oleh karena itu, para filosof
besar haruslah menyetujui bahwa satu-satunya tujuan berfilsafat adalah mencari
kebenaran. Berdasarkan pernyataan yang diungkapkan al-Farabi tentang teori
ini, saya sangat antusias sekali dengan apa yang dipaparkan oleh al-Farabi,
sebab dapat membuka dan saling bertukar argument/ pikiran antar filososf atas
filsafatnya masing-masing. dengan tujuan awal mereka yaitu untuk mencari
kebenaran. Dengan demikian, untuk masa mendatang diharapkan untuk tidak ada
saling menyalahkan akan filsafat dari seorang filosof manapun, karena pada
dasarnya semuanya mencari jalan kebenaran walaupun jalan yang ditempuh untuk
mencapainya menggunakan pemikirannya (metode-metode yang dikuasainya)
masing-masing. Dengan demikian dapat disebutkan bahwa kebenaran agama den kebenaran filsafat secara nyata
adalah satu. Hal ini menunjukkan penyesuaiannya dengan agama islam.
Antara ilmu,
filsafat, dan agama, pada dasarnya ialah mencari kebenaran, serta memiliki
hubungan yang sangat erat sekali ketiganya (sangat membutuhkan satu sama
lain). Karena, Penjelasan ilmiah dan
filsafat membutuhkan akan agama dan begitu pula sebaliknya agamapun membutuhkan pembuktian-pembuktian ilmiah dan
filsafat. Dalam membahas hubungan antara ilmu, filsafat, dan agama tidak selamanya
menempatkan ketiganya dalam satu tingkatan yang sama, karena kebenaran agama
sudah pasti berbeda dengan kebenaran ilmu dan filsafat. Kebenaran agama adalah
mutlak sedangkan ilmu, dan filsafat adalah relatif. Maka dari itulah al-farabi
berkeinginan untuk menyatukan antara ketiganya agar tidak ada kerancuan.
Teori ketiga
yaitu teori sepuluh kecerdasan, untuk teori yang ini saya kurang
memahami sehingga muncul kesulitan bagi
saya untuk menganalisisnya. Yang bisa saya jelaskan dari teori ialah, bahwa
teori ini pada dasarnya menciptakan disiplin ilmu yang baru yaitu fisika dan astronomi. Karena pada
hakikatnya pada teori ini menjelaskan dua dunia yaitu; langit dan bumi, ia
menafsirkan gejala gerakan dan gerakan dua perubahan. bertolak dari pengertian
itu, berarti adanya daya pemanfaatan unsur-unsur yang ada diantara isi di
langit dan bumi. Bumi hanyalah serangkaian macam-macam bentuk yang berlainan
yang menyatu dengan materi atau terpisah darinya. Disinilah fisika bersatu
dengan astronomi dan bumi di atur oleh langit. Jadi, dengan adanya teori ini
diharapkan mampu memciptakan para filosuf masa depan yang hebat dan tangguh,
dengan memanfaatkan potensi-potensi yang ada di langit dan bumi ini.
Selanjutnya,
teori tentang akal : Dengan demikian, akal mampu meningkat secara
bertahap dari akal yang berbentuk daya ke akal yang dalam bentuk aksi dan akhirnya
ke akal yang hendak diperoleh. Menurut saya, Akal merupakan intelegensi (potensial)
yang dimiliki oleh manusia sejak ia lahir, dengan akal manusia mampu untuk
berfikir kreatif dan mampu pula mencari/ menentukan sebuah kebenaran.
Berdasarkan teori ini yang diungkapkan oleh al-Farabi tentang teori akal
diatas yaitu bahwa akal mampu meningkat secara bertahap dari akal yang
berbentuk daya ke akal yang berbentuk aksi.
Teori ini
berarti bahwa suatu pemikiran yang telah ada, tidak mungkin hanya terpaku pada
satu disiplin ilmu itu (berhenti di jalan) saja, pastinya ada keinginan/
dorongan dari dalam hati seorang filosuf untuk hasil pemikirannya itu dapat di
kembangkan terus kedepannya, sehingga ilmu tersebut bisa untuk dimengerti dan
diterapkan oleh masyarakat luas. Menurut
saya, akal yang berbentuk daya itu merupakan jiwa atau bagian dari jiwa
itu sendiri yang mempunyai kekuatan/ untuk mendapatkan pokok inti dari yang
sedang di pikirkannya atau disebut juga dengan pemahaman yang masih bersifat
potensial (akal dalam bentuk daya masih mengenai apa yang belum diserap).
Sedangkan akal yang berbentuk aksi, ini berarti adanya usaha yang
dilakukan untuk mengaktualisasikan pemikirannya kepada lingkungan dan
masyarakat. Adalah salah satu tingkat dari tingkatan-tingkatan pikiran dalam
usaha mendapatkan suatu pemahaman. Karena pikiran manusia pada umumnya tidak
mampu menangkap semua pengertian-pengertian yang ada, maka akal dalam bentuk
aksilah yang bisa menserapnya, memilih, atau yang bisa menangkapnya.
Selanjutnya
ialah teori tentang kenabian ia menyebutkan bahwa: Seorang nabi adalah seorang yang dianugerahi
kesempatan untuk dapat langsung berhuhungan dengan tuhan dan diberi kemampuan
untuk menyatakan kehendak-Nya. Saya setuju dengan pendapat al-Farabi akan
teori ini, seseorang tidak akan mampu bertindak melebihi kapasitas yang
dimilikinya, tanpa dipengaruhi oleh suatu kekuatan, oleh karena itu disini
adanya campur tangan dari dzat yang maha Kuasa yaitu Allah Swt. Hubungan ini
juga mungkin bisa terjadi melalui imajinasi sebagaimana kepada manusia pilihan
(yaitu: nabi).
Sebab
seluruh tingkat imajinasi atau wahyu yang diterima berasal dari imajinasi yang
tinggi/kuat. Menurut hemat saya, imajinasi menempati kedudukan yang penting.
Olehnya berhubungan erat dengan perasaan-perasaan, dan ikut terlibat dalam
tindakan-tindakan yang jelas (rasional), kemudian diaplikasikannya ilmu
yang dikuasainya itu kepada lingkungan masyarakat dengan berdasarkan
kemauannya. Karena di dalam daya imajinasilah terwujudnya bayangan-bayangan
mental yang sesuai dengan tingkat intelegensi yang dimiliki oleh seorang nabi.
Bahwa dengan melalui imajinasi seorang manusia mampu berhubungan dengan
tuhannya, namun hal ini hanya untuk individu-individu pilihan saja (seorang
nabi). Jadi, seorang nabi sudah pasti harus memiliki daya imajinasi dan
intelektual yang tinggi, melebihi kapasitas yang dimilki oleh manusia pada
umumnya (adanya keistimewaan tersendiri bagi seorang nabi), guna
mendapatkan jalan kebenaran dan penerangan untuk para pengikutnya.
Dari paparan
diatas tentang filsafat al-Farabi, maka dapat saya simpulkan jelaslah kirannya al-Farabi mengikuti langkah-langkah
Aristoteles. Namun proses yang dilakukannya tidak merugikan study logika
Aristoteles, dan tidak pula membuat jalan lain, atau memutarbalikkan arti
filsafatnya. Walaupun pemikiran al-Farabi merupakan pencerminan Abad-abad
pertengahan, tetapi mengandung gagasan-gagasan modern dan kontemporer. Ia
senang terhadap ilmu pengetahuan, menganjurkan eksperimen dan menolak
peramalan. Dan mengangkat akal ketingkat yang sedemikian suci, sehingga
terdorong untuk mendamaikannya dengan tradisi sehingga tercapai kesesuaian
antara filsafat dengan agama.
0 komentar:
Post a Comment