BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagian
besar orang yang pernah aktif dalam organisasi akan setuju pada satu hal bahwa
yang paling sulit adalah mengatur orang, bahwa permasalahan antar manusia
adalah yang paling sulit untuk diatasi. Karena dalam interaksinya seringkali
terjadi apa yang dinamakan konflik. Konflik yang tidak dikelola dengan baik
akan berpotensi untuk mengagalkan pencapaian tujuan organisasi. Pandangan
tradisional menganggap bahwa konflik sebagai hal yang harus dihindari, tidak
sehat dan sebagai masalah. Pandangan dianngap kurang benar dalam perspektif
manajemen proyek.
Di dalam pelaksanaan proyek sesuai
dengan karakteristiknya, sangat berpotensi munculnya konflik baik antara orang,
departemen atau antara tim proyek dengan user. Mengelola sumber daya manusia
berarti mengelola aspek penting yang timbul dari hubungan antarmereka, yaitu
konflik. Setiap organisasi, perbedaan-perbedaan perihal tujuan, pandangan,
pendapat, nilai antar kelompok, atau individu akan mendorong
timbulnya pergeseran atau friksi yang menjurus ke konflik. Konflik ini dapat muncul, misalnya antara pemilik-konsultan-kontraktor, antara proyek dan departemen-departemen fungsional dan lain-lain.
timbulnya pergeseran atau friksi yang menjurus ke konflik. Konflik ini dapat muncul, misalnya antara pemilik-konsultan-kontraktor, antara proyek dan departemen-departemen fungsional dan lain-lain.
Kehadiran konflik biasanya diawali
dengan adanya benih konflik, sehingga para pemimpin baik formal maupun informal
bertanggung jawab untuk mengidentifikasi sumber dan tipe bibit-bibit konflik
secara dini, menganalisa akibat yang harus ditanggung, serta mengidentifikasi
kekuatan dan kelemahannya untuk menentukan langkah preventif secara tepat.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas,
maka rumusan masalah adalah:
1.
Apakah yang menyebabkan
munculnya konflik?
2.
Apakah dampak dari
adanya konflik?
3.
Bagaimanakah metode
penanganan konflik?
4.
Bagaimanakah cara
mengelola konflik dengan baik?
C. Tujuan
Adapun
tujuan dari pembahasan ini yaitu:
1.
Untuk
mengetahui hal-hal yang menyebabkan munculnya konflik.
2.
Untuk
mengetahui dampak konflik.
3.
Untuk
mengetahui metode penanganan konflik.
4.
Untuk mengetahui cara mengelola konflik dengan baik.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Alasan/Sebab Munculnya Konflik
Kata konflik berasal dari bahasa Inggris conflict, yang berarti beda pendapat, berlawanan, dan pertentangan.
Konflik didefinisikan sebagai suatu proses interaksi sosial di mana dua orang
atau lebih, atau dua kelompok atau lebih, berbeda atau pertentangan pendapat,
nilai, atau tujuan mereka.[1]
Konflik dapat terjadi di antara pihak yang mempunyai tujuan yang sama karena
salah satu pihak atau kedua belah pihak merasa dirugikan. Individu dan kelompok
dalam organisasi mengembangkan keahlian dan pandangan yang berbeda tentang
pekerjaan, tugas dengan yang lain, yang dalam interaksinya dapat menimbulkan
konflik.
Intensitas konflik berbeda-beda dari yang ringan seperti perbedaan
pendapat sampai yang berat, yang mengarah ke situasi konfrontasi menang atau
kalah.[2]
Dalam konflik dikenal dengan dua sudut pandang, yaitu: Pandangan Pertama,
menganggap bahwa konflik sebagai hal negatif, yang disebabkan oleh orang yang
suka berbuat onar, dan oleh karena itu sedapat mungkin dihindarkan dan bila
terjadi harus ditindas. Pandangan Kedua,
bahwa konflik dapat bersifat positif dan merupakan hal yang wajar terjadii
apabila dua individu atau kelompok bekerja sama. Dalam hal ini, yang perlu
menjadi perhatian ialah konflik bersifat alami tetapi apabila berlebihan dan
tidak proporsional dalam menanganinya dapat merusak kerjasama yang telah
dibentuk.
Munculnya sebuah konflik dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini,
yaitu:
1.
Adanya perbedaan opini, tujuan dan nilai yang dianut.
2.
Seringnya pergantian personila yang sebelunya tidak saling kenalsehingga
orang harus bekerjasama dengan orang-oarang yang baru.
3.
Saling mementingkan bagiannya agar pekerjaan di bagiannya akan berhasil,
lebih cepat atau baik.[3]
Sedangkan menurut Husaini Usman, menyebutkan bahwa secara umum konflik
terjadi karena:
1.
SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), ancaman status, penduduk
pendatang dengan penduduk asli, antarwarga yang bertikai (konflik horizontal).
2.
Salah satu atau kedua belah pihak menunjukkan permusuhan dan menghalangi
usaha masing-masing untuk mencapai tujuan.
3.
Persaingan tidak sehat.
4.
Perbedaan persepsi (constrasting
perceptions) terutama dalam interpensi dalam bahasa dan makna hukum.
5.
Hambatan-hambatan komunikasi.
6.
Ketidaksesuaian dengan visi, misi, tujuan, sasaran, policy, strategi, dan aksi yang telah disepakati atau terjadi
ketidakpercayaan atau kecurangan.
7.
Kepribadian yang tidak cocok antara satu dengan yang lainnya (personality clashes).
8.
Orang-orang mempunyai tugas-tugas yang saling tergantung satu sama lain
yang membutuhkan kerja sama, namun sasarannya berbeda atau terjadi konflik
kepentingan (conflict interest).
9.
Orang-orang yang dipaksa untuk bekerja keras dalam waktu yang lama.
10.
Perbedaan dalam nilai dan keyakinan (different
sets and values) yang menyebabkan curiga, salah pengertian, dan permusuhan.[4]
Sedangkan menurut A.C. Filley dalam Iman Soeharto, menyebutkan penyebab
utama timbulnya konflik yang sering terjadi dilingkungan proyek adalah sebagai
berikut:[5]
1.
Batas tugas dan tanggung jawab kurang jelas.
Keadaan
ini dapat muncul apabila dua atau lebih individu atau kelompok mempunyai tugas
atau tanggung jawab yang saling berkaitan, tetapi tugas dan tanggung jawab
masing-masing tidak memiliki batas secara jelas (ambiguous).
2.
Konflik kepentingan
Konflik
ini terjadi bila dua atau lebih kelompok bekerja untuk mencapai tujuan bersama
(organisasi), tetapi sebagian dari mereka mempunyai kepentingan tertentu yang
tidak sejalan (inconsisten) dengan
tujuan semula. Misalnya, bidang pembelian kontruksi ingin membeli peralatan
berat tertentu karena ada penawaran yang rendah. Peralatan ini setiap waktu siap digunakan tanpa
menunggu proses pengadaan yang seringkali memakan waktu yang cukup lama.
Sementara itu, pihak keuangan dan control proyek cenderung untuk menyewa saja,
karena belum yakin akan kontinuitas penggunaannya.
3.
Hambatan komunikasi
Hambatan
komunikasi merupakan salah satu sumber konflik yang sering terjadi. Kurangnya
komunikasi antara kelompok yang harus bekerja sama akan mengarah kepada
terjadinya saling salah pengertian, ketidaksinkronan dan tumpang tindih salam
pekerjaan, yang ujungnya dapat menimbulkan ineffesiency
proyek yang bersangkutan.
4.
Pertentangan lama yang belum terselesaikan
Pertentangan
lama yang belum terselesaikan antara dua kelompok atau lebih dapat menghasilkan
hal yang kurang positif apabila mereka kemudian harus bekerja dalam satu unit
atau proyek.
5.
Tidak adanya pengertian atau titik temu (konsensus)
Dalam
organisasi pada umumnya tujuan dan sasaran telah ditentukan dengan jelas,
misalnya sasaran untuk sebuah proyek adalah pencapaian mutu, biaya, dan jadwal.
Namun pada saat penyusunan strategi, untuk mencapai sasaran tersebut mungkin
sekali terdapat perbedaan pendekatan antara suborganisasi yang akan
mengimplementasikan strategi. Dalam hal ini, pimpro harus berperan besar
terhadap mendorong tercapainya konsensus, dan menjaga agar konsensus tersebut
dipatuhi oleh semua suborganisasi. Apabila salah satu suborganisasi tidak
menjalankan nya, maka akan timbul konflik yang berkepanjangan.
Konflik ini muncul antar orang dalam organisasi, orang-orang dalam tim,
antar departemen, antara user dan kontraktor, antara tim proyek dan staf
fungsional.[6]
Lebih rincinya Suharsimi dalam Amri Darwis, menyebutkan bahwa konflik
dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini, yakni:
1.
Adanya kesalahpahaman (kegagalan
komunikasi).
2.
Keadaan pribasi individu yang saling konflik.
3.
Perbedaan nilai, pandangan dan tujuan.
4.
Perbedaan standar penampilan (performance).
5.
Perbedaan yang berkenaan dengan cara.
6.
Hal-hal yang berkaitan dengan pertanggung-jawaban.
7.
Kurangnya kemampuan berkomunikasi.
8.
Hal-hal yang berhubungan dengan kekuasaan.
9.
Adanya frustasi.
10. Adanya kompetisi memperebutkan sumber daya yang
terbatas.
11. Tidak menyetujui butir-butir dalam peraturan atau
kebijakan.[7]
Di dalam organisasi sendiri, sangat besar peluang untuk terjadinya
konflik. Peluang ini akan besar bila kelompok yang bekerja dalam proyek
mempunyai perbedaan dalam hal tujuan dan harapan. Prioritas pekerjaan, jadwal
dan alokasi sumber daya adalah sumber-sumber potensial terjadinya konflik dalam
organisasi proyek. Orang-orang dari divisi fungsional harus melakukan prioritas
dalam mengalokasikan sumber daya, karena seringkali berhadapan dengan para manejer
proyek yang menginginkan proyek-proyek yang dikelolanya berhasil.
B. Dampak
Konflik
Konflik dapat diibaratkan “pedang bermata dua”, di
satu sisi dapat bermanfaat jika digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan,
di sisi lain dapat merugikan dan mendatangkan malapetaka jika digunakan untuk
bertikai atau berkelahi. Demikian halnya dalam organisasi, meskipun kehadiran
konflik sering menimbulkan ketegangan, tetap diperlukan untuk kemajuan dan
perkembangan organisasi. Dalam hal ini, konflik dapat menjadi energi yang
dahsyat jika dikelola dengan baik, bahwa dapat dijadikan sebagai alat untuk
melakukan perubahan, tetapi dapat menurunkan kinerja jika tidak dapat dikendalikan.
Konflik yang dikelola dengan benar bisa membawa
dampak positif bagi organisasi maupun individu dalam organisasi. Dampak-dampak
positif yang bisa muncul antara lain:
1.
Dapat menghasilkan ide-ide baru yang lebih baik.
2.
Memacu orang untuk mencari dan menemukan pendekatan-pendekatan baru dalam
menyelesaikan masalah.
3.
Memunculkan masalah lama ke permukaan dan kesepakatan tentang adanya
masalah tersebut.
4.
Memacu orang untuk menjelaskan pandangannya.
5.
Menyebabkan tekanan yang akan menstimulasi perhatian dan kreativitas
seseorang.
6.
Memberikan kesempatan kepada seseorang untuk menguji kepastian kemampuanya.[8]
Dampak-dampak
negatif yang bisa muncul antara lain:
1.
Subjektif dan emosional.
2.
Apriori (beranggapan bahwa pendapatnyalah yang peling benar, sedangkan
yang lain dianggap salah).
3.
Saling menjatuhkan. Konflik yang berkelanjutan dapat mengakibatkan saling
benci, yang memuncak dan mendorong individu untuk melakukan tindakan kurang
baik untuk menjatuhkan lawannya.
4.
Stres. Konflik yang berkepanjangan, tidak saja dapatr menurunkan kinerja,
tetapi juga dapat menimbulkan stress. Hal ini tejadi karena ketidakseimbangan
fisik dan psikis, sebagai bentuk reaksi terhadap tekanan yang intensitasnya
sudah terlalu lama.
5.
Frustasi.[9]
Usman mengungkapkan Persepsi manusia terhadap konflik tampak seperti yang
ditunjukkan dalan Tabel berikut ini:[10]
Persepsi Lama
dan Baru terhadap Konflik
No
|
Lama
(Dampak Negatif)
|
Baru
(Dampak Positif)
|
1.
|
Semua konflik berdampak negatif.
|
Konflik dapat berdampak positif dan negatif.
|
2.
|
Harus dihindari (tradisional)
|
Harus dikelola.
|
3.
|
Berdampak negatif bagi organisasi (disfunctional).
|
Berdampak positif bagi organisasi (functional).
|
4.
|
Mengganggu norma yang sudah mapan.
|
Merevisi danmemperbarui norma yang sudah mapan.
|
5.
|
Menghambat efektivitas organisasi
|
Meningkatkan efektivitas organisasi.
|
6.
|
Mengganggu hubungan kerja sama (menghambat komunikasi).
|
Menambah intim hubungan kerja sama.
|
7.
|
Mengarah pada disintegrasi.
|
Menuju pada integrasi.
|
8.
|
Menghabiskan waktu dan tenaga.
|
Menghemat waktu dan tenaga.
|
9.
|
Stress, frustasi, tegang, kurang konsentrasi, dan kurang puas.
|
Mampu menyesuaikan diri dan meningkatkan kepuasan.
|
10.
|
Tidak mampu mengambil tindakan
|
Mampu mengambil tindakan.
|
C. Metode
Penanganan Konflik
Hampir semua pelaksanaan proyek, kecil atau
sederhana atau skala besar, selalu memungkinkan terjadinya konflik, karena adanya
interaksi antar beberapa departemen, peralatan dan manusia. Terdapat beberapa
metode untuk menangani atau memecahkan konflik, yaitu:
1.
Konfrontasi
Yakni
menghadapi masalah konflik secara langsung. Hal ini dilakukan dengan mengenali
masalah dan potensi masalah untuk kemudian dihadapi secara langsung. Di sini
harus didahulukan cara berpikir analitis (logis)
bukan emosional. Jika ini dapat dilakukan maka konfrontasi merupakam cara
terbaik untuk menyelesaikan konflik. Pemantauan secara hati-hati terdapat
jadwal, relokasi sumber daya yang segera ke dalam bagian-bagian yang mengalami
masalah, kontak yang baik antar kelompok dalam proyek dan menekankan resolusi
pada masalah teknis adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi
atau mengurangi konflik dalam proyek.
2.
Kompromi
Kompromi
biasannya hasil dari konfrontasi. Dalam hal ini, diperlukan kerelaan semua
pihak untuk menerima pendapat pihak lain.
3.
Mengurangi tingkat kepentingan ketidaksepakatan (menganggap tidak ada
konflik)/akomodasi
Cara ini dilakukan dengan menganggap
ketidaksepakatan yang terjadi tidak pernah ada, berusaha untuk mengecilkan
perbedaan yang ada dan menekankan kepentingan yang sama, sebelum
ketidaksepakatan ini keluar dari proporsi yang seharusnya. Cara ini tidak harus
menyelesaikan konflik, tetapi berusaha menyakinkan dua belah pihak yang
berkonflik untuk tetap berunding karena mungkin akan ada solusi.
4.
Menggunakan kekuasaan (Forcing)
Cara
mengatasi konflik dengan menggunakan kekuasaan sehingga terjadi kondisi menang-kalah.
Cara ini ditempuh jika suatu pihak ingin memaksakan solusi kepada pihak lain.
5.
Menghindar (Withdrawing)
Cara ini
sering dianggap sebagai solusi sementara untuk sebuah persoalan konflik.
Masalah yang ada bisa datang lagi dan konflik dapat muncul kembali.
Umumnya para manajer proyek berpendapat
bahwa konfrontasi adalah resolusi konflik yang paling ideal. Jika cara ini
mungkin untuk ditempuh, maka inilah pilihan pertama. Jika ini tidak bisa
dilakukan maka baru dipilih alternatif lain.[11]
Sedangkan menurut Iman Soeharto, metode penanganan konflik tidak jauh
berbeda dengan hal di atas, hanya saja ada beberapa sedikit perbedaan, yakni:
1.
Forcing
2.
Pemecahan Masalah (Problem solving)/konfrontasi
3.
Berdamai atau kompromi
4.
Menarik Diri (Withdrawal)
Langkah
ini dapat diartikan sebagai menghindari
(tidak bersedia menghadapi) terjadinya ketidakcocokan dalam saat
tertentu. Hal ini terjadi karena belum adanya konsep pemecahan yang jelas untuk
mendinginkan suasana, sambil memikirkan pendekatan lain pada waktu yang lebih
baik.
5.
Mendinginkan Suasana (Smoothing)
Mendinginkan suasana dilakukan dengan cara
menekankan aspek-aspek yang positif (dari sudut kepentingan bersama) dari
bagian isu yang menjadi sumber konflik dan menomorduakan atau mengesampingkan
(sementara) perbedaan pendapat bagian isu yang lain. Jadi, disini diusahakan
menjaga agar suasana tetap bersahabat.[12]
Menurut Dunnete dalam Usman, memberikan lima
strategi untuk mengetasi konflik dalam lima kemungkinan, yaitu:[13]
1.
Jika kerja sama rendah dan kepuasan diri sendiri tinggi maka gunakan
strategi pemaksaan (forcing) atau competing. Forcing (pemaksaan) cocok digunakan pada situasi tertentu untuk
melaksanakan perubahan penting dan mendesak.
2.
Jika kerja sama rendah dan kepuasan diri sendiri rendah maka gunakan strategi
penghindaran (avoiding). Avoiding (penghindaran) berarti menjauh
dari lawan konflik. Penghindaran hanya cocok bagi individu atau kelompok yang
tidak tergantung pada lawan individu atau kelompok konflik dan tidak mempunyai
kebutuhan lanjut untuk berhubungan dengan lawan konflik.
3.
Jika kerja sama dan kepuasan diri seimbang (cukup) maka gunakan kompromi
(compromising). Compromising (kompromi) berarti tawar menawar untuk melakukan
kompromi sehingga mendapatkan kesepakatan. Tujuan masing-masing pihak adalah
untuk mendapatkan kesepakatan terbaik yang saling menguntungkan. Pengkompromian
ini akan berhasil apabila kedua belah pihak saling menghargai dan saling
percaya.
4.
Jika kerja sama tinggi dan kepuasan diri sendiri tinggi maka menggunakan
strategi kolaboratif (collaborating).
Collaborating berarti kedua belah
pihak yang berkonflik masih saling mempertahankan keuntungan terbesar bagi
dirinya atau kelompoknya saja.
5.
Jika kerja sama tinggi dan kepuasan diri sendiri rendah maka strategi
yang digunakan ialah pengahlusan (smoothing).
Smoothing (penghalusan) berarti
tindakan mendamaikan yang berusaha untuk memperbaiki hubungan dan menghindarkan
rasa permusuhan terbuka tanpa memecahkan dasar ketidaksepakatan itu.
D. Mengelola
Konflik
1. Teori
ekspektasi tentang proyek
Jika dua orang tidak sependapat
untuk suatu hal, maka itu sering disebut dengan ada konflik personal. Perbedaan
dapat didasari oleh karena perbedaan latar belakang, sifat, nilai-nilai dan
pengalaman. Jika itu terjadi antar kelompok maka kelompok yang terlibat juga
mengalami konflik personal (group dianggap sebagai individu). Dyer mengusulkan
suatu langkah untuk mengatasi konflik personal ini yang disebut dengan violation of expectation. Jika seseorang
melanggar harapan orang lain, berarti telah terjadi reaksi yang negatif.
2. Metode
kelompok untuk menyelesaikan konflik
Manajer proyek dapat membangun tim
melalui cara. Salah satu cara untuk memperkuat kerjasama tim adalah dengan
menyelesaikan konflik. Metode-metode penyelesaian konflik dalam kelompok
adalah:
a. Teknik
memperjelas peran
Seringkali ketidaksepakatan antar
personil dalam satu kelompok muncul karena:
1) Proyek
masih baru, sehingga bagi orang-orang didalamnya tidak jelas apa yang harus
dilakukan dan apa yang diharapkan orang lain kepadanya.
2) Adanya
perubahan dalam proyek dan pekerjaan yang telah disepakati dan orang-orang
tidak tahu tentang hal ini.
3) Mendapatkan
suatu permintaan atau perintah yang ia tidak mengerti, atau adanya suatu
anggapan bahwa dia seharusnya tidak tahu tentang suatu hal.
4) Semua
orang berpikir bahwa seseorang akan menyelesaikan suatu pekerjaan padahal tak
seorangpun yang mengerjakan.
5) Orang-orang
tidak tahu apa yang sedang dikerjakan kelompoknya atau dikerjakan oleh kelompok
lain.
Tujuan dari
teknik ini adalah agar setiap orang mengetahui posisi dan tanggungjawabnya
masing-masing, dan dapat mengerti posisi dan tanggungjawab orang lain serta apa
yang diharapkan orang lain darinya.
b. Memperjelas
peran-peran untuk tim
Mempertemukan orang dalam tim
kemudian diberi pertanyaan untuk kemudian dijawabnya.
c. Memperjelas
peran setiap orang
Hal ini tidak berbeda jauh dengan
apa yang dilakukan untuk memperjelas peran
tim. Kegiatan ini dapat dimulai dengan satu orang tertentu untuk
menyatakan dalam bentuk tulisan tentang siapa saja yang mempunyai hubungan
kerja dengannya dan mengharap perilaku tertentu terhadapnya dalam hubungan
kerja.
d. Resolusi
konflik dalam kelompok
Jika suatu kelompok terlibat
konflik karena harapan yang berbeda maka ada cara tersendiri yang diusulkan
oleh Drey, yaitu setiap kelompok yang menyiapkan daftar pertanyaan mengenai apa
yang dibutuhkannya dari kelompok lain. Misalnya tentang apa yang harus
dilakukan, harus diakhiri dan diteruskan oleh kelompok lain. Kelompok yang
bersangkutan juga harus berpikir tentang apa yang diharapkan dan diinginkan
oelh kelompok lain terhadap kelompoknya.
Dalam hal ini harus disadari bahwa
tujuannya untuk menemukan solusi dari konflik yang terjadi, bukan untuk saling
meencari kesalahan. Kalau perlu ada seseorang konsultan untuk menjembatani proses
negoisasi ini. Agar setiap kelompok tetap punya komitmen terhadap hasil
kesepakatan, sebaiknya hasilnya dibuat tertulis.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Intensitas konflik berbeda-beda dari yang ringan seperti perbedaan
pendapat sampai yang berat, yang mengarah ke situasi konfrontasi menang atau
kalah. Dalam konflik dikenal dengan dua sudaut pandang, yaitu: Pandangan Pertama, menganggap bahwa konflik sebagai hal negatif, yang
disebabkan oleh orang yang suka berbuat onar, dan oleh karena itu sedapat
mungkin dihindarkan dan bila terjadi harus ditindas. Pandangan Kedua, bahwa konflik dapat bersifat positif dan merupakan
hal yang wajar terjadii apabila dua individu atau kelompok bekerja sama. Dalam
hal ini, yang perlu menjadi perhatian ialah konflik bersifat alami tetapi
apabila berlebihana dan tidak proporsional dalam menanganinya dapat merusak
kerjasama yang telah dibentuk.
Munculnya sebuah konflik dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini,
yaitu:
1.
Adanya perbedaan opini, tujuan dan nilai yang dianut.
2.
Seringnya pergantian personila yang sebelunya tidak saling kenalsehingga
orang harus bekerjasama dengan orang-oarang yang baru.
3.
Saling mementingkan bagiannya agar pekerjaan di bagiannya akan berhasil,
lebih cepat atau baik.
Konflik
dapat memberikan dampak positif apabila dikelola dengan baik dan dapat pula
menimbulkan dampak yang negatif, baik personal maupun dalam kelompok. Terdapat beberapa metode untuk menangani atau
memecahkan konflik, yaitu:
1.
Konfrontasi
2.
Kompromi
3.
Mengurangi tingkat kepentingan ketidaksepakatan (menganggap tidak ada
konflik)/akomodasi
4.
Menggunakan kekuasaan (Forcing)
5.
Menghindar (Withdrawing)
Metode-metode penyelesaian
konflik dalam kelompok adalah:
1. Teknik
memperjelas peran
Seringkali
ketidaksepakatan antar personil dalam satu kelompok muncul karena:
a. Proyek
masih baru, sehingga bagi orang-orang didalamnya tidak jelas apa yang harus
dilakukan dan apa yang diharapkan orang lain kepadanya.
b. Adanya
perubahan dalam proyek dan pekerjaan yang telah disepakati dan orang-orang
tidak tahu tentang hal ini.
c. Mendapatkan
suatu permintaan atau perintah yang ia tidak mengerti, atau adanya suatu
anggapan bahwa dia seharusnya tidak tahu tentang suatu hal.
d. Semua
orang berpikir bahwa seseorang akan menyelesaikan suatu pekerjaan padahal tak
seorangpun yang mengerjakan.
e. Orang-orang
tidak tahu apa yang sedang dikerjakan kelompoknya atau dikerjakan oleh kelompok
lain.
2. Memperjelas
peran-peran untuk tim
3. Memperjelas
peran setiap orang
4. Resolusi
konflik dalam kelompok
B.
Saran
Penulis
menyadari bahwa dalam penyajian makalah ini terdapat kesalahan dan kekhilafan,
penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun guna meningkatkan dan
memperbaiki setiap kesalahan demi kesempurnaan makalah selanjutnya.
Semoga
makalah ini bermanfaat untuk kita semua, tidak lupa mengucapkan rasa syukur
kehadirat Allah Swt serta terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam proses pembuatan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Darwis, Amri., Manajemen Konflik: Pengembangan Ilmu
Berparadigma Islami, Suska Press: Pekanbaru, 2008.
Kuntjoro, Dorodjatun., Manajemen Pembangunan, LP3ES: Jakarta,
1987.
Mulyasa, E., Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah,
Bumi Aksara: Jakarta, 2011.
Santosa, Budi., Manajemen Proyek: Konsep dan Implementasi,
Graha Ilmu: Yogyakarta, 2009.
Soeharto,
Iman., Manajemen Proyek, Erlangga:
Jakarta, 1998.
Usman, Husaini., Manajemen: Teori, praktek, dan riset
pendidikan, Bumi Aksara: Jakarta, 2009.
[1] Amri Darwis, Manajemen Konflik: Pengembangan Ilmu
Berparadigma Islami, Pekanbaru, Suska Press, 2008, hal. 1.
[2] Iman Soeharto, Manajemen Proyek, Jakarta: Erlangga,
1998, hal. 355
[3] Budi Santosa, Manajemen Proyek: Konsep dan Implementasi,
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009, hal. 175-176.
[4] Husaini Usman, Manajemen: Teori, praktek, dan riset
pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, hal. 467-468.
[5] Iman Soeharto, Op. Cit., hal. 356-357
[6] Ibid.
[7] Amri Darwis, Op. Cit., hal. 53-54.
[8] Budi Santosa, Op. Cit., hal. 177
[9] E. Mulyasa, Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah,
Jakarta: Bumi Aksara, 2011, hal. 265-266
[10] Husaini Usman, Loc. Cit., hal. 466.
[11] Budi Santosa, Op. Cit., hal. 179-182
[12] Iman Soeharto, Op. Cit., hal. 358-359
[13] Husaini Usman, Op. Cit., hal. 468-469.
1 komentar:
kok blog nya ga bisa dishare ?
Post a Comment