Waktu & Tanggal

Powered by Blogger.

About this Blog

Blog ini berisi seputar informasi dan ilmu pengetahuan

Daftar Isi Blog

Pajak dan Pembangunan Pendidikan Nasional


PAJAK DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN NASIONAL
Oleh: Dini Putri Loria

Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan  berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Paradiagma baru tentang pembangunan nasional saat ini telah bergeser pada paradigma desentralistik. Sejak diundangkan UU No.22/1999
Tentang Pemerintah daerah maka perlu desentralisasi dalam banyak urusan yang semulanya dikelola secara sentralistik atau terpusat. Salah satu tujuan dari desentralisasi adalah untuk meningkatkan pengertian rakyat serta dukungan mereka dalam kegiatan pembangunan dan melatih rakyat untuk dapat mengatur urusan mereka sendiri. Ini artinya, bahwa kemauan berpartisipasi masyarakat dalam pembangunan (termasuk dalam pengembangan pendidikan) harus ditumbuhkan dan ruang partisipasi perlu dibuka selebar-lebarnya.
Pendidikan nasional yang dirumuskan melalui UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah penjabaran dari UUD 1945.
Ada dua tujuan pendidikan nasional yang tersirat didalam UUD 1945.[1]
a.    Pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa.
b.    Pendidikan adalah hak seluruh rakyat.
Tujuan pendidikan nasional menjadikan bangsa Indonesia bangsa yang cerdas yaitu bangsa yang berdiri sendiri yang merdeka dan dapat memanfaatkan sumberdaya alam dan sumber kebudayaan Indonesia yang kaya raya untuk meningkatkan mutu kehidupan individu maupun masyarakat secara keseluruhan. Pesan selanjutnya yang terkandung dalam UUD 1945 adalah pendidikan nasional ditujukan untuk seluruh rakyat dan bukan hanya untuk sebagian kecil dari msyarakat. Perlu dana yang besar untuk mewujudkan cita-cita bangsa yang tertuang dalam konstitusi Negara tersebut.
Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau Negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. Termasuk kedalam salah satu ruang lingkup pembangunan nasional adalah pembangunan pendidikan nasional.
Prof. Dr. P. J. A. Adriani yang telah diterjemahkan oleh R. santoso Brotodiharjo menyebutkan definisi pajak yaitu:[2]
“ pajak adalah iuran kepada Negara ( yang dapat dipaksakan ) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuki, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara yang menyelenggarakan pemerintahan”.
Definisi diatas lebih memfokuskan pada fungsi budgeter dari pajak, sedangkan pajak masih mempunyai fungsi lainnya yaitu fungsi mengatur. Saat ini ada lima jenis pajak di Indonesia.
-       Pajak penghasilan
-       Pajak pertambahan nilai
-       Pajak bumi dan bangunan
-       Bea meterai
-       Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan
Pemungutan pajak di Indonesia mengacu pada sistem self assessment.[3] Sistem self assessment adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab, kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungutan pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
Konsekuensi sistem self assessment , setiap wajib pajak yang mempunyai penghasilan wajib mendaftarkan diri sendiri ke kantor pelayanan pajak. Lebih lanjut, setiap wajib pajak wajib menghitung sendiri dan membayar pajak yang terhutang sesuai dengan perturan perundang-undangan perpajakan dengan tidak menggantungkan dengan adanya surat ketetapan pajak. Direktorat Jenderal Pajak tidak berkewajiban untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atas semua surat pemberitahuan yang disampaikan wajib pajak. Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas pada wajib pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian surat pemberitahuan atau karena ditemukannya data fiscal yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak.
Sebagaimana diatur dalam pasal 39 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas undang-Undnang Nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan bahwa bagi wajib pajak dengan sengaja, tidak mendaftarkan diri atau menyalahkan atau menggunakan tanpa hak NPWP, pengukuhan PKP, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, diancam dengan pidana penjara paling singkat 6 (bulan) dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Pidana diatas dilipat gandakan apabila sesorang melakukan lagi tindakan pidana dibidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.[4]
Dengan adanya ketentuan pidana diatas diharapkan terciptanya kedisiplinan masyarakat terhadap pembayaran pajak. Semua itu dilaksanakan demi tercapainya tujuan bangsa yaitu kesejahteraan rakyat serta pembangunan nasional secara merata disegala aspek khususnya dibidang pendidikan yang kelak membawa bangsa ke arah kemajuan.

Didalam pasal 49 ayat 1 UU No.20/2003 tentang SISDIKNAS  disebutkan bahwa pemerintah wajib mengalokasikan dana khusus dibidang pendidikan baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah  sebesar 20% dari masing-masing APBN dan APBD.
Tentunya APBN dan APBD tidak akan ada tanpa adanya pajak  yang diterima oleh pemerintah baik pusat maupun daerah. Oleh karena itu jika APBN dan APBD daerah tiap tahunnya meningkat maka anggaran untuk pendidikan juga otomatis akan meningkat pula. Hal ini akan menjadi jaminan peningkatan mutu dan pembangunan pendidikan nasional.







[1] Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, kekuasaan dan pendidikan, rineka cipta:Jakarta, 2009, hal. 6
[2] Waluyo, perpajakan Indonesia. Salemba empat: Jakarta, 2011 Edisi 10, hal. 2
[3] Anastasya Diana & lilis setiawati, perpajakan Indonesia, andi: Yogyakarta, 2009, hal.1
[4] Ibid. 113

0 komentar:

Post a Comment