BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dewasa ini
terutama di kota-kota besar tidak jarang suami istri harus bekerja. Dan
kadang-kadang setelah bekerja sehari penuh masih dituntut untuk menghadiri
berbagai rapat, pertemuan resepsi, undangan, dan kegiatana lainnya.
Mungkin
sekali, pasangan suami istri ini merupakan pasangan yang
harmonis, dalam arti secara relatif mempunyai latar belakang keluarga yang
tidak berbeda demikian pula latarbelakang pendidikannya, aspirasi mengenai
anak, cara mendidik anak dan sebagainya. Namun oleh karena mereka orang-orang
yang sibuk, mereka tidak punya kesempatan untuk mengenal anak mereka secara
mendalam. Mereka tidak cukup waktu untuk membicarakan masalah-masalah yang
dihadapi anaknya. Si ayah tidak tahu apa yang telah dikatakan atau yang telah
diputuskan istrinya mengenai anaknya. Demikian juga si istri tidak tahu apa
yang telah dijanjikan suami terhadap anak mereka berdua. Suami mengira istrinya
telah mendidik anaknya. Sedangkan si istri beranggapan bahwa pendidikan anak
adalah tanggung jawab suaminya. Tugasnya hanya berkisar pada masalah dapur dan
bertanggung jawab atas tersedianya makanan diatas meja. Dalam keadaan tidak ada
keserasian seperti ini, ada kemungkinan si ibu menegur anaknya bila melakukan
suatu kesalahan, sedangkan ayah membiarkan. Atau apa yang diperbolehkan oleh
ibu justru dilarang oleh ayah. Selain itu ada kemungkinan kesalahan yang
dilakukan anak ditegur atau dihukum oleh baik ayah maupun ibu akan tetapi
caranya mungkin berbeda.Tentunya ketidak serasian tersebut menimbulkan pengaruh
perkembangan kepribadian si anak. Si anak menjadi bingung, perintah atau aturan
mana yang harus dituruti. Yang diinginkan dari sebuah keluarga sebenarnya
adalah tempat mencurahkan seluruh isi hati baik saat senang maupun sedih.
Ketika hal itu tidak terwujud maka hilanglah fungsi keluarga. Hal inilah yang harus
diperhatikan oleh para orang tua agar terciptanya keharmoisan keluarga.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar
belakang yang telah disebutkan diatas maka yang akan menjadi pebahasan dalam
karya tulis ilmiah ini adalah:
1.
Apa pengertia Keluarga
2.
Apa fungsi keluarga
3.
Bagaimana menciptakan keluarga
yang ramah anak
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan karya tulis ilmiah ini adalah:
1.
Untuk mengetahui apa pengertia
Keluarga
4.
Untuk mengetahui apa fungsi
keluarga
5.
Agar mengetahui bagaimana
menciptakan keluarga yang ramah anak
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Keluarga
Kata keluarga
berasal dari bahasa Sanskerta:
"kulawarga"; "ras" dan "warga" yang berarti
"anggota") adalah lingkungan yang terdapat beberapa orang yang masih
memiliki hubungan darah.[1]
Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu,
memiliki hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab di
antara individu tersebut.
Keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul
dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan.
Menurut Salvicion dan Celis di dalam
keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan
darah, hubungan
perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi
satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta
mempertahankan suatu kebudayaan.[2]
Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan berpendapat bahwa keluarga
adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh satu turunan lalu
mengerti dan merasa berdiri sebagai satu gabungan yang hakiki, esensial, enak
dan berkehendak bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk memuliakan
masing-masing anggotanya.
Sigmund Freud mengetakan keluarga itu terbentuk karena
adanya perkawinan pria dan wanita. Bahwa menurut beliau keluarga merupakan
manifestasi daripada dorongan seksual sehingga landasan keluarga itu
adalah kehidupan seksual suami isteri.
Dhurkeim berpendapat
bahwa keluarga adalah lembaga sosial sebagai hasil faktor-faktor politik,
ekonomi dan lingkungan.
Keluarga adalah unit satuan
masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat.
Sehingga keluarga itu terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Keluarga Kecil atau “Nuclear Family”
Keluarga
inti adalah unit keluarga yang terdiri dari suami, isteri, dan anak-anak
mereka; yang kadang-kadang disebut juga sebagai “conjugal”-family.
b. Keluarga Besar “Extended Family”
Keluarga
besar didasarkan pada hubungan darah dari sejumlah besar orang, yang meliputi
orang tua, anak, kakek-nenek, paman, bibi, kemenekan, dan seterusnya. Unit
keluarga ini sering disebut sebagai ‘conguine
family’ (berdasarkan pertalian darah).
Keluarga Sebagai Suatu Sistem
Menurut
Minuchin (dalam H.Sofyan S.Willis, 2008 : 50) mengatakan bahwa keluarga adalah “Multibodied organism” organisme yang
terdiri dari banyak badan. Keluarga adalah satu kesatuan (entity) atau organisme. Ia bukanlah merupakan kumpulan (collection) individu-individu. Ibarat
amoeba, keluarga mempunyai komponen-komponen yang membentuk keluarga itu.
Komponen-komponen itu ialah anggota keluarga.
Dari berberapa definisi keluarga diatas
dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah sekumpulan dari sejumlah orang yang
memiliki hubungan secara biologis yang secara sederhananya adalah kumpulan dari
seorang ayah, ibu dan anak.
B.
Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga adalah suatu
pekerjaan- pekerjaan atau tugas-tugas yang harus dilaksanakan di dalam atau
oleh keluarga itu. Pekerjaan – pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh keluarga
itu dapat digolongkan/ dirinci ke dalam beberapa fungsi, yaitu:[3]
1.
Fungsi Biologis
Persiapan perkawinan yang perlu
dilakukan oleh orang-orang tua bagi anak anaknya dapat berbentuk antara lain
pengetahuan tentang kehidupan sex bagi suami isteri, pengetahuan untuk mengurus
rumah tangga bagi ang isteri, tugas dan kewajiban bagi suami, memelihara
pendidikan bagi anak-anak dan lain-lain. Setiap manusia pada hakiaktnya
terdapat semacam tuntutan biologis bagi kelangsungan hidup keturunannya,
melalui perkawinan.
2. Fungsi Pemeliharaan
Keluarga
diwajibkan untuk berusaha agar setiap anggotanya dapat terlindung dari
gangguan-gangguan.
3. Fungsi Ekonomi
·
Keluarga berusaha menyelenggarakan kebutuhan pokok manusia,
yaitu:
·
Kebutuhan makan dan minum
·
Kebutuhan pakaian untuk menutup tubuhnya
·
Kebutuhan tempat tinggal.
Berhubungan
dengan fungsi penyelenggaraan kebutuhan pokok ini maka orang tua diwajibkan
untuk berusaha keras agar supaya setiap anggota keluarga dapat cukup makan dan
minum, cukup pakaian serta tempat tinggal.
4. Fungsi Keagamaan
Keluarga
diwajibkan untuk menjalani dan mendalami serta mengamalkan ajaran-ajaran agama
dalam pelakunya sebagai manusia yang taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
5. Fungsi Sosial
Dengan
fungsi ini kebudayaan yang diwariskan itu adalah kebudayaan yang telah dimiliki
oleh generasi tua, yaitu ayah dan ibu, diwariskan kepada anak-anaknya dalam
bentuk antara lain sopan santun, bahasa, cara bertingkah laku, ukuran tentang
baik burukna perbuatan dan lain-lain.
Dengan
fungsi ini keluarga berusaha untuk mempersiapkan anak-anaknya bekal-bekal
selengkapnya dengan memperkenalkan nilai-nilai dan sikap-sikap yang dianut oleh
masyarakat serta mempelajari peranan-perananyang diharapkan akan mereka
jalankan keak bila dewasa. Dengan demikian terjadi apa yang disebut dengan istilah
sosialisasi.
Dalam buku
Ilmu Sosial Dasar karangan Drs. Soewaryo Wangsanegara, dikatakan bahwa
fungsi-fungsi keluarga meliputi beberapa hal sebagai berikut:
1.
Pembentukan kepribadian;
2.
Sebagai alat reproduksi;
3.
Keluarga merupakan eksponen dari kebudayaan masyarakat
4.
Sebagai lembaga perkumpulan perekonomian.
5. Keluarga berfungsi sebagai pusat
pengasuhan dan pendidikan
Anak (jamak:
anak-anak) adalah seorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa atau belum
mengalami masa pubertas. Anak juga merupakan keturunan kedua, di mana kata "anak"
merujuk pada lawan dari orang tua, orang dewasa adalah anak
dari orang tua mereka, meskipun mereka telah dewasa.
Menurut psikologi, anak adalah
periode pekembangan yang merentang dari masa bayi hingga usia lima atau enam
tahun, periode ini biasanya disebut dengan periode prasekolah, kemudian
berkembang setara dengan tahun tahun sekolah dasar.[1]
Walaupun begitu istilah ini juga sering
merujuk pada perkembangan mental seseorang, walaupun usianya secara biologis dan kronologis seputar seorang
sudah termasuk dewasa namun apabila perkembangan mentalnya ataukah urutan umurnya maka seseorang
dapat saja diasosiasikan dengan istilah "anak".
C.
Menjadikan
Keluarga yang Ramah Anak
Berikut merupakan beberapa pertanyaan yang disususn oleh
ahli psikologi (Charles E. Scaefer Ph D dalam M. Enoch Markum) yang dapat dijadikan
pegangan untuk menilai apakah suasana rumah anda menyenangkan atau tidak bagi
anak-anak dirumah.[4]
1.
Apakah anda sering
bermain dengan putra putri anda dalam suasana membagi kegembiraan dan kelucuan
bersama?
2.
Apakah anggota
keluarga anda atau putra putri anda bersahabat satu sama lain?
3.
Apakah anda
melakukan darma wisata atau jalan-jalan bersama secara teratur?
4.
Apakah anda
membuaat anank-anak merasa teman-teman mereka diteima di rumah dengan baik?
5.
Apakah anda
meluangkan suatu hari sebagai hari keluarga?
6.
Apakah pertemuan
keluarga (arisan keluarga) merupakan peristiwa yang teratur dijalankan?
7.
Pernahkah anda dan
putra putri anda mengerjakan kegemaran (hobi) masing-masing secara
bersama-sama?
8.
Apakah anda
berolahraga atau melakukan kegiatan lain bersama-sama putra putri anda secara
teratur?
9.
Pernahkah dalam
bermain dengan putra putri anda menempatkan diri sebagaimana yang mereka
kehendaki? Misalnya pukul-pukulan pakai bantal
10. Apakah anada bersama putra-putri menikmati suasana santai
setiap hari?
11. Apakah anda menunjukkan senyum atau tertawa dalam
berbicara atau berinteraksi dengan putra putri anda?
12. Apakah anda dapat secara jenaka atau humoristis meredakan
ketegangan yang dialami putra putri anda?
Bila anda menjawab sebagian besar pertanyaan ini dengan
Ya, maka kemungkinan besar suasana rumah anda menyenagkan bagi putra putri
anda. Sehingga kemungkinan besar pula anda berhasil membentuk putra putri yang
bahagia atau periang. Sebaliknya, jka kebanyakan jawaban “tidak” kemungkinan
sumbangan anda dalam menciptakan bermasalah atau kenakalan remaja sangat besar.
Namun akan muncul pertanyaan apakah untuk mengerjakan
semua itu mudah? Semua orang pasti memiliki kesibukan tersendiri.
Yang dapat dilakukan untuk terwujudnya jawaban ya dari
pertanyaan diatas sebenarnya bisa dilakukan dengan berbagai hal sederhana yang
sangat jarang diperhatikan oleh orang tua.
Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:[5]
1.
Lakukan makan
bersama secara rutin dan teratur
Makan merupakan kegiatan untuk memenuhi sala satu
kebutuhan jasmani manusia. Rata-rata kita makan sehari tiga kali dengan masing-masing
memiliki suasana yang berbeda. Suasana makan pagi biasanya diliputi dengan
suasana yang tidak begitu santai. Anak-anak terburu-buru makan oleh karena
harus kesekolah, ayah juga harus pergi bekerja, sedangkan ibu umumnya sibuk
menyiapkan makanan. Pada saat makan siang, terutama pada keluarga yang sibuk barangkali
jarang sekali keluarga bisa berkumpul secara lengkap. Oleh karena biasanya
bukan saja ayah sebagai kepala keluarga masih di kantor, sering pula ibu juga
bekerja. Barangkali makan malam merupakan suasana yang santai, dimana seluruh
anggota keluarga berkumpul secara lengkap. Meskipun demikian tidak jarang pada
keluarga-keluarga tertentu, makan malam bersama ini pun tidak dapat terlaksana.
Padahal sebenarnya pada saat makan bersama secara santai, bila orang tua mau
dapat dimanfaatkan untuk menanamkan berbagai hal. Contoh sederhana seperti
melarang anak untuk berbicara saat mengunyah makanan, mengunyah dengan baik dan
sopan, sendok yang sudah masuk mulut tidak boleh dipergunakan mengambil makanan
yang diperuntukkan bersama, jika dilaksanakan secara tetap, dapat merupakan
salah satu bentuk dan cara penanaman
disiplin yang sebaiknya tidak dilewatkan begitu saja oleh orang tua.
Dengan singkat kegiatan makan merupakan salah satu forum
kebersamaan dari keluarga. Apalagi bila orang tua pada kebersamaan ini dapat
menciptakan suasana yang santai, penuh keakraban.
2.
Lakukan belaian
terhadap putra-putri anda
Ada tidaknya atau kuat lemahnya suatu ikatan emosional
orang tua anak, baru kita ketahui bila sudah dijelmakan dalam tingkah laku.
Pelukan, belaian ciuman orang tua pada anaknya merupakan beberapa contoh dari
penjelaan ikatan emosional orang tua-anak. Demikian pula seorang ibu yang pada
waktu membacakan suatu cerita kepada anaknya sambil mendekap dan mendudukkan
anaknyadi pangkuanny, seorang ayah pada saat pulan kerja disambut oleh putri
tercintanya, kemudian menggendongnya, belaian kasinh sayang tangan ibu pada
kepala anak, kesemuanaya ini merupakan sentuhan-sentuhan atau kontak fisik
sebagai ekspresi dari kedekatan emosional orang tua-anak.
Beberapa ahli mengatakan bahwa hal tersebut perlu
dilakukan sejak anak masih bayi, meskipun seolah-olah bayi itu memrupakan
makhluk yang tidak berdaya, inderanya belum berkembang demikian pula
perasaannya, namun sebenarya pada perkembangan dirinya seorang bayi tersebut
sudah memerlukan adanya perasaan bahwa ia diterima oleh lingkungannya.
3.
Lakukan komunikasi
yang sempurna dengan putera puteri anda
Pada keadaan sehari-hari harus diakui bahwa karena
kesibukan kerja misalnya, memberi perhatian atas pertanyaan anak atau menjadi
pendengar yang baik saja tidaklah mudah. Sering orang tua beranggapan bahwa apa
yang dikatakan oleh anak mereka yang berusia 3 – 4 tahun terlalu sepele
baginya, sehingga dalam memberikan jawaban hanya seperlunya saja, atau menjawab
sambil membaca koran tanpa menengok sekejap pun. Pada contoh ini jelas tidak
akan terjadi komunikasi yang sepurna sebab masing-masing pihak pusat
perhatiannya berbeda. Bila perhatian saja sudah tidak ada, maka sukar
diharapkan dari ayah semacam ini untuk menjadi pendengar yang baik. Apa lagi memahami
lebih teliti apa yang seabenarnya ditanyakan oleh anaksebenarnya keduanya tidak
lebih dari dua orang yang secara fisik bera pada ruangan yang sama, bahkan
mungkin sangat berdekatan, tetapi secara psikis sebenarnya sangat jauh. Dapat
dikatakan diantara keduanya tidak ada ikatan emosional sama sekali.
4.
Penuhi kebutuhan
psikis putra-putri anda
Pada dasarnya kebutuhan manusia terdiri dari kebutuhan
biologis atau jasmaniah dan kebutuhan psikis, yang kedua-duanya harus terpenuhi.
Dan bila kebutuhan ini tidak terpenuhi maka akan terjadi keadaan frustasi pada
diri orang yang bersangkutan.
Orang tua yang cukup memberikan makanan, pakaian, sepatu,
alat tulis dan perlengkapan sekolah lainnya kepada anaknya, dapat dikatakan
telah memenuh kebutuhan jasmaniah anaknya. Tidak mustahil hal ini merupakan pencerminan
dari adanya ikatan emosional orang tua-anak. Hal itu belum cukup, orang tua
juga harus memenuhi kebutuhan psikis anaknya, sebab bila hanya memenuhi
kebutuhan fisiknya tanpa di disertai kedekatan emosional, maka sebenarnya
hubungan yang terjadi tidak lebih dari suatu hubungan formal atasan dan
bawahan. Dengan kata lain orang tua ini sebenarnya baru melaksanakan satu aspek
kewajibannya sebagai orang tua.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
keluarga merupakan suatu perkumpulan dari orang-orang
yang memiliki hubungan secara biologis atau secara keturunan sedarah yang
memiliki fungsi biologis,ekonomi, keagamaan, serta fungsi sosial. Jika semua
fungsi tersebut tidak ada didalam sebuah keluarga maka yang akan timbul adalah
keadaan atau kondisi keluarga yang tidak harmonis.
Namun sebaliknya, ketika semua fungsi keluaarga tersebut
tepenuhi maka akan berakibat menjadi keluarga yang harmonis serta ramah anak.
Untuk mewujudkan fungsi keluarga tersebut perlu tindakan
yang harus dilakukan oleh orang tua, tindakan yang harus dilakukan oleh orang
tua tersebut antara lain diantaranya adalah dengan:
1.
Lakukan makan bersama
secara rutin dan teratur
2.
Lakukan belaian
terhadap putra-putri atau anak
3.
Lakukan komunikasi
yang sempurna dengan putera puteri atau anak
4.
Penuhi kebutuhan
psikis putra-putri atau anak
B.
Saran
Setelah membaca dan memahami pengertian dan fungsi
keluarga, penulis mengharapkan kepada para pembaca makalah ini menerapkan
fungsi dari sebuah keluarga serta beberapa cara menumbuhkan keluarga yang ramah
anak agar menjadikan keluarga yang harmonis.
DAFTAR PUSTAKA
Clayton,
Richard R. 2003. The Family, Mariage and
Social Change.
Markum,M. Enoch. 1991. Anak, Keluarga dan Masyarakat, CV Muliasari
R. A,
Baron, dan Donn Byrne. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga 2003
0 komentar:
Post a Comment